Rabu, 04 Januari 2012

Konvergensi IFRS

Tahn 2011 kemarin merupakan awal penerapan beberapa PSAK yang konvergen dengan IFRS misalnya PSAK 1. Selain itu, awal tahun ini juga merupakan awal penerapan SAK ETAP. Artikel ini akan membahas beberapa perubahan terkait penerapan SAK ETAP dan PSAK baru, termasuk juga membahas beberapa topik terkait perubahan ini.

PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan, merupakan PSAK yang mengatur mengenai penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement) – yang kemudian disebut saja sebagai laporan keuangan. Laporan keuangan bertujuan umum adalah laporan keuangan yang penyajian informasinya ditujukan untuk seluruh pihak berkepentingan (stakeholder). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antar pihak-pihak tersebut (stakeholder). Sebagai contoh, manajemen tidak ingin menyajikan laba yang tinggi karena ini akan berarti peningkatan pembayaran pajak (pemerintah menginginkan sebaliknya, laba yang tinggi untuk mendapat pajak yang tinggi), selain itu laba yang tinggi akan membuat karyawan meminta bonus. Konflik kepentingan (conflict of interest) semacam ini dapat terjadi jika laporan keuangan ditujukan untuk melayani kepentingan satu pihak saja. Oleh karena itu, untuk melayani kepentingan satu pihak tertentu, entitas menyajikan laporan keuangan bertujuan khusus (special purpose financial statement), sebagai contoh adalah laporan fiskal.

Pada tahun 2011 ini, laporan keuangan akan mengalami sedikit perubahan. Perubahan yang paling mencolok akan terlihat dalam laporan laba rugi yang menjadi laporan laba rugi komprehensif. Mulai tahun 2011, pos luar biasa tidak lagi diperbolehkan. Alasannya karena tidak ada hal yang luar biasa (extraordinary). Semua kejadian di dunia adalah biasa dan seharusnya dapat dikendalikan oleh manajemen melalui manajemen risiko. Oleh karena itu, dalam tahun 2011, manajemen diharapkan memiliki manajemen risiko yang baik. Sebagai contoh, kebakaran maupun bencana alam merupakan kejadian biasa, bukan kejadian luar biasa. Diharapkan manajemen dapat melakukan manajemen risiko yang baik atas kejadian-kejadian semacam ini. Sebagai lelucon, mungkin yang disebut dengan kejadian luar biasa adalah jika ada mahkluk asing yang mengakuisisi perusahaan.

Untuk jurnalnya maupun penyajian pos luar biasa di tahun 2011 ini, jika dahulu kejadian kebakaran dicatat sebagai kerugian luar biasa pada akun yang terbakar. Sekarang, jika terjadi kebakaran dan aset masih tersisa, maka aset tersebut diturunkan nilainya (impairment). Jika aset tidak tersisa lagi, maka dicatat sebagai kerugian di luar usaha pokok. Logika yang sama berlaku untuk kejadian bencana alam seperti gempa bumi atau lain sebagainya.

Selain tidak adanya lagi pos luar biasa, saat ini muncul pendapatan komprehensif lain (other comprehensive income). Disebut pendapatan komprehensif lain karena pos-pos ini menampung peningkatan aset karena peningkatan ekuitas yang bukan karena transaksi oleh pemilik (cek KDPPLK, definisi ini adalah definisi pendapatan). Oleh karena pos-pos yang menampung hasil revaluasi nilai wajar ini belum terealisasi (unrealized), maka tidak cocok masuk ke laba-rugi. Pos-pos ini juga tidak dimasukkan ke ekuitas karena memenuhi definisi pendapatan. Oleh karena itulah, pos-pos ini disendirikan dalam pendapatan komprehensif lain (dinamai dengan kata awal ‘pendapatan’/‘income‘, bukannya ‘pendapatan atau beban’, karena definisi yang sesuai dengan pendapatan).

Pendapatan komprehensif lain ini berisi perubahan-perubahan karena penggunaan nilai wajar, oleh karena itu pos-pos dalam pendapatan komprehensif lain bukan pendapatan yang berbentuk uang (unrealized), sebagai contoh pos-pos dalam pendapatan komprehensif lain sesuai PSAK 1 adalah:

1. Perubahan surplus revaluasi aset tetap dan aset takberwujud (PSAK 16 & 19) -> Jika menggunakan model revaluasi. Jika surplus, masuk ke Pendapatan Komprehensif Lain, jika setelah surplus ada kerugian maka kerugian masuk ke P&L setelah digunakan untuk membuat surplus menjadi nol.
2. Keuntungan /kerugian aktuarial program manfaat pasti (PSAK 24) -> Ketentuan ini berlaku 2012
3. Keuntungan /kerugian penjabaran LK entitas asing (PSAK 10) -> Jika memiliki cabang di luar negeri dan harus dikonsolidasi.
4. Keuntungan /kerugian pengukuran kembali aset keuangan kategori tersedia untuk dijual (PSAK 5 5 ) -> Instrumen keuangan yang menggunakan FV adalah AFS.
5. Bagian efektif keuntungan /kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (PSAK 5 5 )
6. Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi -> Dicatat menggunakan metode ekuitas, misalnya jika entitas anak punya OCI, induk investasi 40%, maka induk mendapat bagian OCI 40%.

Dapat dilihat dalam poin pertama contoh di atas, perubahan surplus revaluasi aset tetap dan aset takberwujud, merupakan pos yang digunakan untuk menampung keuntungan dan kerugian karena revaluasi (menggunakan nilai wajar). Hal yang sama berlaku untuk pos lainnya, bahwa pos-pos dalam pendapatan komprehensif lain merupakan pendapatan yang masih unrealized.

Pendapatan komprehensif lain ini secara prinsip disajikan di bawah laba/rugi bersih. Penyajian ini dapat dalam bentuk satu laporan (single step) yang mana penyajian laba/rugi (pendapatan dikurangi beban hingga laba bersih) dilanjutkan dengan pendapatan komprehensif lain sehingga ditemukan total pendapatan komprehensif lain (laba bersih ditambah pendapatan komprehensif lain). Penyajian bisa juga dalam bentuk ganda (multiple step), dalam penyajian ini laporan laba rugi dipisahkan dengan pendapatan komprehensif lain, namun dengan urutan perhitungan yang masih sama (laba bersih dipindahkan ke pendapatan komprehensif lain untuk menghitung total pendapatan komprehensif lain).

Selain perubahan dalam laporan laba rugi, terdapat juga perubahan dalam laporan neraca (laporan posisi keuangan).

Perubahan dalam neraca terdapat dalam penyajian hak minoritas. Dahulu hak minoritas disajikan di antara kewajiban (sekarang disebut dengan liabilitas karena konflik penerjemahan dengan obligation dalam artian kewajiban) dan ekuitas. Saat ini, hak minoritas (namanya berubah menjadi kepentingan non pengendali, karena sekarang prinsipnya adalah pengendalian, bukan mayoritas atau minoritas lagi) disajikan di dalam komponen ekuitas. Hal ini dikarenakan laporan neraca menunjukkan persamaan akuntansi. Dalam persamaan akuntansi tidak ada elemen hak minoritas, yang mana hak minoritas ini seharusnya merupakan bagian dari ekuitas. Oleh karena itu, sekarang penyajian laporan neraca disesuaikan dengan elemen-elemen laporan neraca (aset = liabilitas + ekuitas).

Jika diamati, PSAK 1 (revisi 2009) diadopsi dari IAS 1. Dalam IAS 1, penyajian dalam neraca aset diurutkan dari non current asset diikuti dengan current asset. Sedangkan di Indonesia penyajian diurutkan berdasar likuiditas (current asset diikuti dengan non current asset). Perubahan dalam adopsi dikarenakan dalam IAS 1, urutan penyajian bukan merupakan suatu hal yang wajib. Selain itu, di Indonesia sudah terbiasa menyajikan berdasar likuiditasnya.

Selain PSAK 1, tahun 2011 ini juga merupakan tahun penerapan SAK ETAP. Bapepam LK telah mengeluarkan edaran bagi pihak-pihak berkepentingan (asosiasi-asosiasi, emiten, dan regulator lain) pada akhir tahun kemarin, yang kurang lebih isinya adalah mengingatkan bahwa tahun 2011 adalah tahun penerapan SAK ETAP. SAK ETAP ini diterapkan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik signifikan (tidak memiliki fungsi fidusia atau memegang kepentingan banyak orang), sehingga entitas-entitas berakuntabilitas publik tidak dapat menerapkan SAK ETAP.

Dengan diterapkannya SAK ETAP pada tahun 2011 ini, maka Indonesia memiliki 3 SAK yang berlaku (SAK Umum, ETAP, dan Syariah). Hal ini patut dicermati oleh para pemeriksa pajak, karena dalam peraturan perpajakan disebutkan bahwa penyajian laporan fiskal mengikuti SAK, kecuali diatur berbeda dalam peraturan perpajakan. Hal ini berarti jika tidak diatur dalam peraturan pajak, penyajian laporan berdasarkan SAK. Dalam SAK ETAP dan SAK Umum, terdapat perbedaan pengaturan. Contoh yang paling signifikan mengenai poin ini adalah mengenai aset takberwujud. Aset takberwujud ini tidak diatur dalam peraturan perpajakan, oleh karena itu dalam laporan fiskal, aset takberwujud akan mengikuti SAK. Untuk entitas yang berakuntabilitas publik akan mengikuti SAK Umum sedangkan entitas tanpa akuntabilitas publik mengikuti SAK ETAP. Dalam SAK Umum, aset takberwujud dapat dihasilkan dari internal (melalui proses pengembangan dalam tahapan litbang) maupun eksternal (contohnya membeli lisensi, merk dagang, hak cipta, atau software). Dalam SAK ETAP, aset takberwujud hanya berasal dari eksternal. Selain itu, amortisasi aset takberwujud dalam SAK Umum berdasarkan indentifikasi umur manfaat (jika takterbatas maka tidak diamortisasi tapi dilakukan impairment), dalam SAK ETAP berdasrkan pola pemanfaatannya (jika tidak dapat diidentifikasi maka menggunakan garis lurus).

Sebagai penutup, pada tahun 2011 ini terdapat berbagai perubahan baru dalam pelaporan keuangan. Dampak penerapan SAK Umum (sebagai hasil dari konvergensi IFRS) maupun SAK ETAP ini tidak hanya perlu dicermati oleh para akuntan namun juga pemeriksa pajak. Semoga artikel ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar